Sawah hijau menghampar. Ratusan pohon salak dengan buahnya yang bergelantungan, siap dipetik. Semilir angin segar dan gemercik air sungai menerpa indera. Bunyi kentongan yang dipukul dengan harmonis menyambut kedatangan kami di Desa Wisata Kembang Arum, Turi, Sleman. Inilah ungkapan selamat datang khas Desa Wisata Kembang Arum.
Sebuah desa yang memiliki panorama alam menakjubkan. Selain sawah hijau yang terbentang, desa ini memiliki sungai yang membujur dengan batu-batu besar, kebun salak yang bertebaran dan penduduk yang ramah. Desa wisata ini memang sengaja diperuntukkan bagi pengunjung yang jenuh dengan suasana perkotaan yang panas dan berdebu. Di sini saya disuguhi aroma tradisional khas pedesaan yang mulai ditinggalkan orang.
Untuk menemukan desa ini tidaklah terlalu sulit. Saya menyusuri jalanan ke arah Turi, menuju ke desa Donokerto dan nampaklah sebuah tanda yang dipasang di pinggir jalan, “Selamat datang di Desa Wisata Pratista Kembang Arum”.
Memasuki Desa Wisata Kembang Arum, saya melintasi jalanan selebar satu mobil sedan. Sangat asri, dihiasi berbagai tanaman di pinggir-pinggirnya dan kebun salak dan kokosan di balik pagar. Daun-daun pohon kokosan menaungi jalanan itu, seperti memayungi pejalan kaki atau pengendara, melewati rumah-rumah penduduk yang berjajar rapi dan bersih.
Tempat singgah pertama adalah sebuah bangunan yang diberi nama Rumah Kesenian Arum Laris. Di bangunan ini, kita bisa belajar tentang gamelan. Seorang warga, masih dengan baju tradisional Jawa memperkenalkan berbagai nama alat-alat gamelan. Saya dan rombongan treking menyusuri pinggiran sungai, melewati jalanan berbatu yang ditumbuhi rumput-rumput menuju ke gazebo, sebuah area luas tempat anak-anak bisa bermain.
Dalam perjalanan treking, sempat juga kami mampir ke sebuah spot yang didekorasi seperti salon dan karaoke. Hery Kustriyatmo, pengelola Desa Wisata Kembang Arum mengungkapkan, salon dan karaoke sengaja dibangun a la kampung, dengan atap anyaman bambu. Tempat duduk untuk potong rambut pun dibuat seperti sapi agar anak-anak merasakan hal yang berbeda dari salon-salon di kota.
Tiba di gazebo, permainan jathilan langsung digelar. Bagi yang tidak kebagian jaran kepang memilih naik egrang dituntun pemandu yang juga warga desa. Atau bermain memanah babi hutan, yang tentu saja bukan babi hutan betulan, melainkan gabus yang digambar menjadi babi hutan.
Tak hanya itu. pengunjung pun boleh melukis di kanvas yang sudah disiapkan, melihat pembuatan tikar anyaman serta ikut menumbuk beras dengan alu. Aktivitas terakhir ini diperagakan oleh perempuan-perempuan tua warga desa. Saya sebenarnya ingin mencoba membajak sawah, tapi rupanya harus menahan keinginan, karena bocah-bocah yang juga pengunjung berebutan naik ke atas bajak dan mengitari sawah dengan riangnya.
Hari sudah menjelang siang ketika bocah-bocah dengan baju berlumur lumpur akibat bermain di sawah mulai membersihkan diri di sumur. Saya memilih duduk di bale bengong sambil menyesap panorama yang memanjakan mata. Istirahat saya isi dengan segelas teh hangat serta gorengan.
Dimas, salah satu pengelola Desa Wisata kemudian mengajak saya turun ke sungai yang jernih airnya. Dengan bertelanjang kaki dan celana yang saya angkat hingga menggapai lutut, saya menerjang sungai. Airnya yang jernih sangat segar. Beberapa kali saya hampir terpeleset karena batu-batunya yang licin.
Dimas juga menunjukkan beberapa gua yang ditemukan di sekitar sungai serta beberapa tempat yang di pertemuan sungai yang beberapa kali dibuat orang mencari ilmu. Suasana magis memang cukup terasa di sungai itu.
Desa Wisata Kembang Arum terbentang hingga 22 hektar. Aktivitas di desa wisata ini dibuat berdasarkan perjanjian. Pengelola desa wisata menyiapkan serangkaian program sesuai dengan keinginan pengunjung. Tarifnya pun disesuaikan dengan aktivitas yang diikuti, mulai dari Rp12.500 hingga Rp250.00. Tarif terakhir ini sudah termasuk aktivitas, makan dan menginap serta bonus pijat tradisional oleh para sesepuh desa sambil mendengarkan dongeng tentang kehidupan desa.
Hery juga menyebutkan, untuk ke depannya Desa Wisata Kembang Arum akan ditambah dengan fasilitas spa alam. Pengunjung bisa menikmati fasilitas spa di alam terbuka yang segar.
Pelesir saya kali ini ditutup dengan makan siang a la tradisional, nasi gurih yang ditakir daun pisang dengan lauk urap-urapan, tempe goreng, telur rebus dan peyek teri yang nikmat. Untuk oleh-oleh teman-teman kantor, saya pun menyandang satu keranjang salak yang dijual warga dan dua kantong kresek kokosan. Meninggalkan Desa Wisata Kembang Arum seperti keluar dari oase peristirahatan dan kembali ke kesibukan kota Jogja…lagi.
sumber : perempuan.com
Sebuah desa yang memiliki panorama alam menakjubkan. Selain sawah hijau yang terbentang, desa ini memiliki sungai yang membujur dengan batu-batu besar, kebun salak yang bertebaran dan penduduk yang ramah. Desa wisata ini memang sengaja diperuntukkan bagi pengunjung yang jenuh dengan suasana perkotaan yang panas dan berdebu. Di sini saya disuguhi aroma tradisional khas pedesaan yang mulai ditinggalkan orang.
Untuk menemukan desa ini tidaklah terlalu sulit. Saya menyusuri jalanan ke arah Turi, menuju ke desa Donokerto dan nampaklah sebuah tanda yang dipasang di pinggir jalan, “Selamat datang di Desa Wisata Pratista Kembang Arum”.
Memasuki Desa Wisata Kembang Arum, saya melintasi jalanan selebar satu mobil sedan. Sangat asri, dihiasi berbagai tanaman di pinggir-pinggirnya dan kebun salak dan kokosan di balik pagar. Daun-daun pohon kokosan menaungi jalanan itu, seperti memayungi pejalan kaki atau pengendara, melewati rumah-rumah penduduk yang berjajar rapi dan bersih.
Tempat singgah pertama adalah sebuah bangunan yang diberi nama Rumah Kesenian Arum Laris. Di bangunan ini, kita bisa belajar tentang gamelan. Seorang warga, masih dengan baju tradisional Jawa memperkenalkan berbagai nama alat-alat gamelan. Saya dan rombongan treking menyusuri pinggiran sungai, melewati jalanan berbatu yang ditumbuhi rumput-rumput menuju ke gazebo, sebuah area luas tempat anak-anak bisa bermain.
Dalam perjalanan treking, sempat juga kami mampir ke sebuah spot yang didekorasi seperti salon dan karaoke. Hery Kustriyatmo, pengelola Desa Wisata Kembang Arum mengungkapkan, salon dan karaoke sengaja dibangun a la kampung, dengan atap anyaman bambu. Tempat duduk untuk potong rambut pun dibuat seperti sapi agar anak-anak merasakan hal yang berbeda dari salon-salon di kota.
Tiba di gazebo, permainan jathilan langsung digelar. Bagi yang tidak kebagian jaran kepang memilih naik egrang dituntun pemandu yang juga warga desa. Atau bermain memanah babi hutan, yang tentu saja bukan babi hutan betulan, melainkan gabus yang digambar menjadi babi hutan.
Tak hanya itu. pengunjung pun boleh melukis di kanvas yang sudah disiapkan, melihat pembuatan tikar anyaman serta ikut menumbuk beras dengan alu. Aktivitas terakhir ini diperagakan oleh perempuan-perempuan tua warga desa. Saya sebenarnya ingin mencoba membajak sawah, tapi rupanya harus menahan keinginan, karena bocah-bocah yang juga pengunjung berebutan naik ke atas bajak dan mengitari sawah dengan riangnya.
Hari sudah menjelang siang ketika bocah-bocah dengan baju berlumur lumpur akibat bermain di sawah mulai membersihkan diri di sumur. Saya memilih duduk di bale bengong sambil menyesap panorama yang memanjakan mata. Istirahat saya isi dengan segelas teh hangat serta gorengan.
Dimas, salah satu pengelola Desa Wisata kemudian mengajak saya turun ke sungai yang jernih airnya. Dengan bertelanjang kaki dan celana yang saya angkat hingga menggapai lutut, saya menerjang sungai. Airnya yang jernih sangat segar. Beberapa kali saya hampir terpeleset karena batu-batunya yang licin.
Dimas juga menunjukkan beberapa gua yang ditemukan di sekitar sungai serta beberapa tempat yang di pertemuan sungai yang beberapa kali dibuat orang mencari ilmu. Suasana magis memang cukup terasa di sungai itu.
Desa Wisata Kembang Arum terbentang hingga 22 hektar. Aktivitas di desa wisata ini dibuat berdasarkan perjanjian. Pengelola desa wisata menyiapkan serangkaian program sesuai dengan keinginan pengunjung. Tarifnya pun disesuaikan dengan aktivitas yang diikuti, mulai dari Rp12.500 hingga Rp250.00. Tarif terakhir ini sudah termasuk aktivitas, makan dan menginap serta bonus pijat tradisional oleh para sesepuh desa sambil mendengarkan dongeng tentang kehidupan desa.
Hery juga menyebutkan, untuk ke depannya Desa Wisata Kembang Arum akan ditambah dengan fasilitas spa alam. Pengunjung bisa menikmati fasilitas spa di alam terbuka yang segar.
Pelesir saya kali ini ditutup dengan makan siang a la tradisional, nasi gurih yang ditakir daun pisang dengan lauk urap-urapan, tempe goreng, telur rebus dan peyek teri yang nikmat. Untuk oleh-oleh teman-teman kantor, saya pun menyandang satu keranjang salak yang dijual warga dan dua kantong kresek kokosan. Meninggalkan Desa Wisata Kembang Arum seperti keluar dari oase peristirahatan dan kembali ke kesibukan kota Jogja…lagi.
sumber : perempuan.com
0 komentar:
Posting Komentar