Memasuki kawasan pesarean, pengunjung disambut gapura selamat datang “Pendopo Pesarean Agung” berbentuk seperti candi lengkap dengan aksara jawa di bagian atasnya. Bagian depan dinding gapura kanan dan kiri terdapat lukisan timbul yang menceritakan aktivitas Eyang Djoego dan Eyang Soedjo semasa hidup, lengkap dengan tahun keberadaan mereka, tahun 1871.
Yang menarik, masih di gerbang pesarean, pengelola juga dipasang papan pengumuman berisi jadwal kunjungan. Ada empat jadwal kunjungan, yakni pagi, siang, malam, dan tengah malam. Jadwal kunjungan pagi dimulai pukul 08.00, siang 14.00, dan malam 19.00. Sementara jadwal berkunjung dan berkeliling pesarean tengah malam dibatasi hanya satu jam dari pukul 24.00.
Selain ziarah di makam kedua bangsawan Yogyakarta itu, di kawasan pesarean juga terdapat dua tempat kunjungan yang sangat dikultuskan etnis Tionghoa, yakni kediaman Tan Kie Lam dan Kuil Dewi Kwan Im.
Selain lokasinya yang dekat dengan masjid, keberadaan kuil itu tampak mencolok dengan lilin raksasa sebagai simbol dari Ti Kong. Lilin jumbo itu tampak mewah berada di lantai kuil berbahan batu granit. Namun, yang paling menarik dari kuil itu adalah patung Dewi Kwan Im berwarna emas berbahan dasar perunggu setinggi delapan meter yang diletakkan di ruang khusus di depan tempat lilin Ti Kong.
Patung seharga Rp 2,5 miliar itu sumbangan Liem Hong Sien alias Anthony Salim, putra Liem Sioe Ling alias Sudono Salim, pendiri Salim Grup. Patung Dewi Kwan Im dalam posisi Boddhisattva Avalokitesvara itu didatangkan langsung dari Taiwan pada Oktober 2008 lalu. Untuk mempermudah pengiriman, patung dipotong-potong kemudian disambung di Gunung Kawi. “Penyambungan baru selesai akhir tahun kemarin,” ujar Eko, cucu juru kunci Gunung Kawi.
Setiap hari kediaman Mpek Lam maupun Kuil Dewi Kwan Im tak pernah sepi pengunjung. Selain berziarah, para pengunjung umumnya mempunyai satu tujuan ngalap berkah (mencari kemakmuran). Bahkan pada hari-hari tertentu jumlah pengunjung bisa berlipat-lipat, mengikuti penanggalan Jawa dan China, seperti hari Jumat Legi, Hari Raya Imlek, dan perayaan Tahun Baru Jawa atau bulan Suro.
Kebetulan di bulan yang diyakini sebagai bulan keramat, tepatnya tanggal 12 Suro atau 9 Januari lalu, diperingati warga Wonosari sebagai haul (hari meninggalnya) Eyang Soedjo. Saat ngalap berkah, para peziarah biasanya menjalani ritual tertentu yang mereka yakini. Setelah itu mereka mencari tempat di sekitar kawasan Pesarean Gunung Kawi untuk menyepi. Yang paling menarik adalah berjibunnya pengunjung duduk di bawah pohon dewandaru. Konon, saat kepala kejatuhan daun dewandaru, keinginan bisa terwujud.
Lepas dari itu, aliran kejawen yang erat dengan ritual selamatan tampaknya menjadi ladang bisnis tersendiri. Pengunjung tak perlu repot-repot menyiapkan aneka masakan dan sesaji ubo rumpe seperti cok bakal, pisang raja, dan kelapa muda untuk keperluan selamatan, karena di sana ada loket pemesanan tumpeng dan perlengkapan selamatan, lengkap dengan jadwal selamatan.
Menu selamatan, harganya bervariasi mulai dari Rp 35.000-550.000, dan tumpeng ayam Rp 110.000. Harga barang dan keperluan nazar juga bervariasi, mulai dari satu kotak minyak tanah Rp 70.000, seekor sapi Rp 10 juta, hingga menanggap wayang Rp 5 juta
0 komentar:
Posting Komentar