Nha Trang adalah kota di bagian utara Vietnam. Dari Jakarta, kita harus turun dulu ke Saigon (sekarang disebut Ho Chi Min City) dan bermalam di sana. Pagi harinya baru kita melanjutkan penerbangan ke kota tersebut dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Suasana kotanya begitu hiruk pikuk oleh orang yang pulang atau berangkat kerja. Orang-orangnya terlihat penuh semangat di atas sepeda dan sepeda motor mereka. Kebanyakan mereka memakai masker karena memang jalanan penuh debu yang mengepul.
Di luar itu, yang jelas Nha Trang adalah kota satelit unggulan Vietnam yang mempunyai potensi pantai dan laut cantik. Pemerintah Vietnam tampaknya merancang kota itu sebagai padanan Pantai Waikiki di Honolulu dan gencar mempromosikannya. Itu bisa kita lihat dari tata letak pohon nyiur, gazebo, hamparan pasir putih, fasilitas pendukungnya. Apalagi, suasana pantai yang eksotis benar-benar bisa kita dapatkan di sana, khususnya pada senja dan malam hari. Ketika terik matahari meredup mulailah uap dan asap mengepul di sepanjang jalan pantai tersebut.
Pengunjung juga bisa menikmati aneka sajian laut yang khas. Kerang rebus, ikan panggang, nasi goreng seafood, dipadu dengan bebek bakar dan goreng belalang dan aneka serangga hingga cobra. Hmm, pasti sensasional dan agak aneh-aneh menurut selera kita, tapi menarik untuk dicoba.
Yang penting dicatat, hidupnya suatu kota wisata akan memberikan kehidupan yang berarti bagi penduduknya. Di sepanjang Pantai Nha Trang tumbuh dan berkembang restoran-restoran kecil yang menjajakan aneka hidangan laut yang beraneka ragam jenis dan kreasinya sesuai dengan ukuran kantong para pengunjungnya. Mulai dari lesehan hingga resto yang besar berpadu dan berdampingan dengan serasi.
Bagaimana dengan harganya? Cukup pantas dan terbeli baik oleh turis maupun masyarakat lokalnya. Tidak ada istilah ''ngepruk'' (baca: ambil untung berlebihan) karena mereka sadar bahwa pengunjung adalah pembeli yang setia dan akan berkunjung kembali bila puas dengan pelayanan mereka.
Walhasil, roda ekonomi pun tak hanya digantungkan pada para turis yang datang tapi masyarakat setempat juga ikut menikmati produk yang ditawarkan. Ini iklim wisata yang kondusif karena mampu memadukan dan mengikutsertakan kebiasaan lokal masyarakatnya dalam pengembangan pariwisata. Hal itulah yang mungkin kiat belum dimiliki masyarakat pariwisata kita. Di Nha Trang, ada turis atau pun tidak, roda ekonomi tetap dan bisa jalan.
Vietnam memang kaya produk laut yang bisa dibanggakan kepada para turis, dari yang basah hingga yang kering. Barangkali kita sudah mengetahui beberapa produk yang jadi ikon mitos kejantanan pria. Sebut saja darah dan daging ular cobra, bayi kijang, kalajengking, atau tokek super. Bahan-bahan itu dimasukkan ke dalam toples dan dicencem atau direndam dalam anggur yang konon bisa menambah keperkasaan pria.
Barang seperti itu banyak dijajakan di Pasar Thum Trang Thuong (baca: Cak Dom), di kota Nha Trang. Uniknya, obat perkasa di pasar itu terbuat dari produk laut seperti kuda laut, udang-udangan (entah dari jenis spesies apa), dan banyak lagi lainnya.
Yang jelas, berupa-rupa produk laut yang khas bisa kita nikmati di Vietnam. Lihat saja, makanan kering dari hasil laut tampak menghiasi semua gerai maupun bakul-bakul kecil (dorong atau panggul) seperti cumi kering, cumi bakar, ikan asin, ebi, dan lain-lain. Sungguh mereka mempunyai daya kreasi pengolahan produk laut yang sangat baik.
Apalagi orang Vietnam umumnya sangat suka mengonsumsi hasil laut. Jadi, mereka telah menyadari bahwa laut merupakan sumber daya utama penyangga makanan mereka (food security). Wajar kalau mereka serius mempertahankan sumber daya laut yang mereka miliki.
Salah satu daya tarik lain Nha Trang yang banyak diminati pewisata adalah Candi Po Nagar. Sepintas, pelataran dan bentuk bagian candinya mirip dengan Candi Prambanan di Jawa Tengah. Waktu saya dan rombongan datang ke sana, beberapa orang yang sedang melakukan ritual agama Hindu dengan mengenakan baju seperti orang Bali, lengkap dengan sarung dan destar.
Mungkinkah mereka itu keturunan orang Majapahit yang dulu dikirim untuk melamar Putri Campa? Entahlah, yang pasti postur tubuh, cara berpakaian, dan ritual hampir mirip orang Bali. Mungkin hanya bahasa mereka saja yang menunjukkan perbedaan.
Tapi kalau meniliki sejarah candi tersebut, barangkali kita akan mengambil simpulan bahwa candi itu tak memiliki hubungan dengan Kerajaan Majapahit di Jawa. Simak saja, Po Nagar yang dibangun sekitar tahun 781, sekitar tujuh abad sebelum kejayaan kerajaan besar di nusantara itu.
Letaknya berada di tengah-tengah Kauthara, di dekat kota Nha Trang. Candi itu didedikasikan untuk Yan Po Nagar, dewi yang diagungkan di negeri Vietnam yang sering diidentifikasi dengan dewi Hindu Bhagawati dan Durga atau Mahishasuramardini (yang oleh orang Vietnam disebut Thien Y Thanh Mau). Patung dewi yang disebut terakhir bisa kita jumpai pada pintu masuk.
Keunikan candi yang memesona itu bisa jadi karena letaknya yang berada di atas bukit, tepatnya pada Gunung Cu Lao. Candi dengan ketinggian sekitar 25 meter itu semakin menarik karena berada di antara dua jembatan yang tampak kukuh di alam dan mencetak lanskap memesona. Kedua jembatan itu adalah Xom Bong dan Hon Chong.
Sebagai situs yang berhubungan dengan agama Hindu, maka pengunjung disarankan mencopot sepatu sebelum memasukinya. Tentu selain alasan menjaga kesucian, itu juga akan mendukung kebersihan situs tersebut. Walhasil, area candi Po Nagar yang berluas sekitar 500 hektare sangat menarik untuk dikunjungi.
sumber : perempuan.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar