Secara geografis, danau ini terletak di perbatasan Kabupaten OKU Selatan, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung Danau Ranau yang mempunyai luas sekitar 8×16 km dengan latar belakang Gunung Seminung (ketinggian ± 1.880 meter dpl), dikelilingi oleh bukit dan lembah. Pada malam hari, udara sejuk dan pada siang hari cerah suhu berkisar antara 20°-26° Celsius. Terletak pada posisi 4°51’45” Bujur Selatan dan 103°55’50” Bujur Timur.
Secara teori, danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Sungai besar yang sebelumnya mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air utama yang mengisi cekungan itu. Lama-kelamaan, lubang besar itu penuh dengan air. Kemudian, di sekeliling danau baru itu, mulai ditumbuhi berbagai tanaman, di antaranya tumbuhan semak yang oleh warga setempat disebut ranau. Oleh karena itu, danau itu pun dinamakanl Danau Ranau. Sisa gunung api itu kini menjadi Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi danau berair jernih tersebut.
Meskipun secara teori ilmiah diyakini danau ini terjadi akibat gempa tektonik, seperti Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Maninjau di Sumbar, sebagian besar masyarakat sekitar masih percaya danau ini berasal dari pohon ara. Konon, di tengah daerah yang kini menjadi danau itu, tumbuh pohon ara yang sangat besar berwarna hitam.
Masyarakat dari berbagai daerah, seperti Ogan, Krui, Libahhaji, Muaradua, dan Komering berkumpul di sekeliling pohon. Mereka mendapat kabar, jika ingin mendapatkan air, harus menebang pohon ara tersebut.
Persis saat akan menebang pohon, mereka bingung bagaimana cara memotongnya. Ketika itulah, muncul burung di puncak pohon yang mengatakan untuk memotong pohon harus membuat alat mirip kaki manusia. Akhirnya, pohon ara pun tumbang. Dari lubang bekas pohon ara itulah keluar air dan akhirnya meluas hingga membentuk danau. Sementara itu, pohon ara yang melintang membentuk Gunung Seminung.
Kondisi ini membuat jin yang tinggal di Gunung Pesagi meludah hingga membuat air panas di dekat Danau Ranau. Serpihan batu dan tanah akibat tumbangnya pohon ara menjadi bukit yang ada di sekeliling danau.
Di samping itu, masih di sisi Danau Ranau, tepatnya di Pekon Sukabanjar, berseberangan dengan Lombok, terdapat kuburan yang diyakini masyarakat sebagai makam Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan. Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup yang diyakini sebagai makamnya Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makamnya Si Mata Empat.
Di sini keduanya saling mengaku nama. Lalu, keduanya beradu ketangguhan, di antaranya memakan buah yang bentuknya seperti aren. Ternyata buah aren itu pantangan bagi Si Pahit Lidah sehingga akhirnya dia tewas. Si Mata Empat yang mengetahui lawannya tewas tidak percaya dan mencoba menjilat lidahnya agar ilmunya bisa diserap. Akhirnya, dia pun tewas.
Begitulah Danau Ranau. Objek wisata yang sebenarnya menjanjikan. Sayangnya, hingga kini wisatawan masih belum banyak yang menikmatinya.
sumber : perempuan.com
0 komentar:
Posting Komentar