Rabu, 27 Mei 2009

Surga Buah Itu Bernama Ngebruk


Puluhan tahun lalu, mungkin hanya hamparan perkebunan cengkeh yang bisa dilihat di kanan-kiri Desa Patean, Kecamatan Sukorejo, Kendal. Memang kejayaan cengkeh masih tersisa, namun ratusan hektare lahan yang dikelola PT Cengkeh Zanzibar itu kini disulap menjadi perkebunan buah berkualitas dengan nama Sentra Buah Prima Ngebruk. Lebih menarik lagi, areal itu bakal dijadikan tempat wisata agro.
Lokasinya berjarak sekitar 40 km dari Semarang dan bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Bersama Budi Dharmawan, Ketua Yayasan Obor Tani (Yabortan) dan beberapa karyawannya, saya mengambil jalan via Boja. Sampai di pertigaan di mana ke kiri menuju Temanggung dan ke kanan ke Sukorejo atau Curug Sewu. Kebun Ngebruk hanya sekitar 300 meter dari belokan yang ke kanan.

Sebenarnya terdapat dua lokasi kebun yang dibelah jalan raya. Dari arah Boja, sisi sebelah kiri adalah Blok Pamosan berluas 120 hektare. Di situlah nanti pusat agrowisata Kebun Ngebruk bakal dibuka untuk tahap awal. Adapun areal di sisi sebelah kanan jalan yang dinamakan Blok Surgong berluas 110 hektare hingga kini yang masih terus dibenahi.

Bukti keseriusan pengelola membuka kawasan wisata agro bisa dilihat pada pemercepatan pembangunan gedung auditorium, penambahan mobil wisata, kafetaria dan hortishop (toko buah dan penjualan sarana produksi seperti bibit dan pupuk), saung-saung atau gazebo tempat peristirahatan, serta infrastruktur lainnya.

Hari itu, sebelum menikmati wisata buah di Blok Pamosan, saya diajak menjelajahi Blok Surgong terlebih dahulu. Jalan berbatu dan medan terjal menantang penjelajahan dan cukup memacu adrenalin kami saat menaiki pebukitan di Surgong dengan naik Pajero hingga hampir ke puncak. Perasaan deg-degan itu pun langsung sirna saat melihat hamparan belasan ribu pohon buah naga di sana.

Rencananya beberapa bungalow untuk peristirahatan akan dibangun di situ. Dan pada ketinggian 450 meter dpl itu masih banyak pohon cengkeh kokoh berdiri. Ah, akhirnya sampai juga kami ke waduk buatan. Waduk yang mampu menampung air hujan hingga 10 ribu m3 itu sangat dibutuhkan untuk kontinuitas penyiraman buah, apalagi di musim kemarau.

Pada ketinggian itu, sungguh luar biasa menikmati pemandangan dari waduk. Dari kejauhan tampak Gunung Prau, Sindoro Sumbing, Ungaran, dan Merbabu. Memesona benar. Suasana yang sejuk dan tenang rasanya bisa membuat pikiran stres akibat padatnya aktivitas saban hari sekejap lenyap. Sebenarnya saya belum puas, tapi wisata kebun di Blok Pamosan sudah ”menanti” kunjungan kami. Jadi kami segera turun dengan perasaan sedeg-degan ketika naik.

Sampai di tujuan, terlihat gedung auditorium megah yang baru sekitar 80% dirampungkan. Areal parkir yang mampu memuat lebih dari 20 mobil dan 4 bus juga tengah disiapkan. Walaupun belum secara resmi dibuka sebagai agrowisata, sudah banyak rombongan yang mampir menghabiskan waktu menikmati hamparan kebun buah. Ya, sekarang tentu saja harus memberi tahu pengelola dahulu sebelum datang. Tapi nanti setelah resmi dibuka, pengunjung bisa datang langsung merasakan sensasi berwisata buah.

Kendati disediakan mobil wisata terbuka berkapasitas sekitar 10 orang, namun pilihan berkeliling kebun dengan berjalan kaki, rasanya bakal lebih menantang. Tempat ini akan jadi surga bagi para petualang atau yang punya hobi naik turun gunung, sebab medan yang dilalui memang berbukit-bukit dengan sungai, serta satu lagi danau buatan seluas 1 hektare berkedalaman 3 meter yang bisa dimanfaatkan untuk memancing atau berperahu.

Berada di antara rimbunnya kelengkeng itoh yang jumlahnya mencapai 9.000 pohon, tentu jadi sensasi tersendiri. Namun sayang, kedatangan saya kali ini sedikit meleset sebab buah baru selesai dipanen. Hanya tersisa 2-3 pohon lengkeng itoh saja yang bisa dinikmati.

Melihat kelengkeng bergerombol begitu banyak, rombongan yang berkeliling bersama Pak Budi, langsung menyerbu. ”Hajar terus, mumpung gratis. Kapan lagi bisa metik lengkeng kaya gini,” seloroh salah seorang anggota rombongan. Dan saya pun tak mau ketinggalan.

Tak hanya lengkeng itoh yang habis dipanen, durian monthong yang per buahnya bisa berharga lebih dari Rp 50 ribu itu juga baru mengeluarkan bunga. Menurut pakar tanaman buah dari Malaysia Erick Lim yang juga menjadi advisor Pak Budi, buah durian bisa dipanen Oktober nanti. Selain durian monthong yang cukup komersil, di kebun itu ada pula rambutan binjai dan rapiah, jambu air, kelapa pandan wangi, nangkadak (persilangan nangka dan cempedak), mangga Thailand, dan srikaya Grand Anona.

Penelitian pun terus dilakukan untuk mendapatkan buah unggulan dan menjaga kontinuitas buah agar bisa dipanen sepanjang musim. Tapi sekadar tengara, pada bulan Oktober buah naga sudah mulai berbuah dan terus ”memerah” hingga akhir tahun. Kalau srikaya, lengkeng, dan jambu bisa kelihatan hasilnya mulai bulan Agustus. Kalau mau semuanya berbuah, datang saja pada November-Desember hingga awal-awal tahun. Begitu saran sang encik yang juga jadi advisor Kebun Buah di Taman Wisata Mekarsari di Cibubur Bogor serta beberapa kebun buah milik pengusaha agro dan pemerintah daerah.

Dia juga mengembangkan sejumlah varietas di kebun koleksi seluas lima hektare. Sebut saja, durian Musang King yang sangat terkenal di Malaysia, Jeruk Madu, Nangka Madu, Kapulasan (mirip rambutan berukuran besar dimana 1 kg bisa berisi 10 buah dan bijinya juga bisa dimakan), dan cikumega (sawo besar berukuran 3-6 ons).

Penasaran seperti apa bentuk dan rasa buah-buah eksotis ini? Ide Erick dan Pak Budi untuk kembali ke Ngebruk beberapa bulan lagi dan makan buah sekenyangnya, pasti akan saya lakukan. Merasakan nikmatnya memetik durian monthong langsung dari kebun. Atau mencicipi segarnya melon raksasa yang diambil dari para petani plasma? Sungguh sebuah wisata yang pasti membuat kita riang, dan perut kenyang.

Anona, Selangit Harganya

Sewaktu Pak Budi Dharmawan menawari untuk mencicipi srikaya seharga Rp 147 ribu per buahnya, saya agak gamang juga. Apalagi, seumur-umur baru ini kali saya melihat buah srikaya atau anona yang beratnya hampir 1 kg.

Srikaya yang saya cicipi ini cukup terkenal di Australia dengan nama jade fruit. Berbeda dengan srikaya lokal yang banyak sekali bijinya sehingga setiap kali harus ngelepeh biji-biji itu, maka anona yang satu ini cukup diiris lalu disantap. Daging buahnya pun sangat tebal dengan biji yang bisa dihitung dengan jari.

Nah di luar negeri, harga srikaya atau custard apple itu memang mencapai ratusan ribu rupiah tergantung ukuran dan kualitasnya. Rp 147 ribu di atas sudah hasil konversi dari 21 dolar Singapura untuk satu buah.

Di Kebun Ngebruk, komoditas srikaya juga terus dikembangkan oleh Yabortan. Bibit berkualitas menjadi syarat mutlak untuk memperoleh buah dengan grade A (terbaik). Dari dua bibit mahal yang diuji coba, satu gagal namun yang lain mampu bertahan.

Selanjutnya 1.000 bibit srikaya ditanam dan selama tiga bulan masih bertahan. Pemilik perusahaan perkebunan PT Cengkeh Zanzibar itu pun langsung menambahi kebunnya dengan 5.000 bibit lagi yang sudah ditanam sekitar dua bulan terakhir.

Dan hasilnya berupa varietas srikaya Grand Anona-Ibama yang mampu menembus pasar dan tak kalah bersaing dengan buah-buah impor. Berat buah produksi Kebun Ngebruk berkisar 0,5-0,8 kg. Jika dirata-rata berat mencapai 0,7 kg. Harga jual di tingkat lokal mencapai Rp 50 ribu per kilogramnya.

Saya membayangkan, jika banyak petani mau belajar dan beralih membudidayakan buah-buah bernilai jual tinggi seperti itu mungkin sentra hortikultura buah-buahan akan berkembang pesat. Dan dari rupiah yang dihasilkan ini pun bakal mampu memberikan keuntungan untuk meningkatkan daya beli petani kita yang terpuruk.

”Menanam buah bernilai jual tinggi itu bisa dimulai dari pekarangan atau kebun yang kita miliki. Bahkan lahan telantar di pinggir-pinggir jalan yang kami lewati, sebenarnya bisa disulap menjadi kebun buah,” ujar Budi Dharmawan.

Yang jelas, dengan nilai komersial yang sedemikian menggiurkan, buah-buah berkualitas ini tak kalah dengan buah asing. Benih yang semula didapat dari impor, juga terus dikembangkan dengan varietas lokal dengan cara penyambungan. Namun tentu saja dibutuhkan ketelatenan dalam merawatnya. Selain bibit berkualitas, syarat-syarat pemupukan yang benar mutlak harus dipenuhi. Pemupukan pun dilakukan seminggu dua kali dengan penyiraman teratur.

Soal air, Kebun Ngebruk tentu tak perlu khawatir sebab hal tersebut sudah dipikirkan dengan membuat dua waduk buatan. Tanaman buah cukup sensitif dengan air sehingga rutinitas ketersediaan air harus tetap dijaga. Apalagi pada saat musim kemarau, debit air dari waduk buatan yang menampung air hujan bisa digunakan untuk menyirami tanaman.

Nah, agar tak kecele, jika ingin melihat srikaya super itu berbuah, Anda bisa datang ke Kebun Ngebruk saat mulai panen di bulan Agustus. Selanjutnya, silakan menikmati sensasi srikaya Grand Anona itu langsung dari pohonnya.

Sumber: SuaraMerdeka/liburan.info

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved | Blogger Template by Bloganol and Smart Blogging Tips