Rabu, 27 Mei 2009

Kecantikan Danau Kelimutu


Danau Kelimutu Nama P. Flores tentunya tidak asing lagi buat saya yang dilahirkan dan dibesarkan di kota Kupang – Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun ironisnya hingga usia sudah kepala tiga pulau yang mayoritas Katholik ini hanya sekedar nama, gambar dan berita yang saya lihat di berbagai media. Beberapa kali ditugaskan dari kantor lama selalu saja cancel. Bahkan beberapa kali rencana libur ke sana dengan teman, tidak jadi juga. Itulah kalau memang belum jodoh.
Sampai akhirnya ada teman yang ngajak untuk liburan ke sana lagi. Karena memang sudah lama tidak ambil cuti di kantor, jadi sudah saatnya harus take a breath. Pucuk dicinta ulam tiba. Tiketpun dibooking seminggu sebelumnya. Karena tanggal 20 Mei tanggal merah, jadi takut fully book.

Sabtu, 17 Mei 2008

Pas hari H jam J (he…he…) kami bertiga berangkat dengan pesawat Merpati. Dari Kupang ke Maumere hanya 20 menitan. Cuacanya juga tidak beda dengan Kupang…panas. Dari atas pesawat sudah terlihat keindahan p. Flores.

Dari bandara Waioti kami langsung menuju tempat penginapan di Sea World Club. Tempatnya tidak jauh dari bandara. Sea Wolrd Club ini dikelola oleh seorang Pater dari Jerman, biasa disapa Pater Bollen. Kita tidak ketemu orangnya karena beliau sedang pulang ke Jerman. Tidak heran hampir semua staff yang bekerja di sini fasih berbahasa Jerman. Buku-buku yang disediakan untuk dipinjam oleh tamu pun kebanyakan berhahasa Jerman, selain Inggris dan Belanda.

Danau Kelimutu Sea World Club memiliki pantai dan penginapan dengan panorama yang sangat indah. Arsitektur cottage dan ruang lainnya bergaya sangat alami, dari bahan kayu dan bambu, menghadap ke hamparan laut yang seakan-akan dipagari oleh deretan gunung dan pulau. Surga serasa cuma seinci, he…he…

Setelah check in kami menuju beach room no. 5. Dari reception room menuju kamar kami melewati beberapa pohon cemara dan kelapa yang ditata alami, diselingi path yang terbuat dari semen, berjejer rapi di atas pasir. Masing-masing kami masih memegang welcome drink; jus alpukat + pisang menuju room sambil terus bercanda.

Begitu duduk di beranda room, angin semilir pantai langsung menyambut kami ditingkahi deburan ombak dan suara burung yang syahdu. Waktu seakan berhenti berputar. God, terima kasih atas anugrah siluet panorama yang cantik ini. Aku langsung menghirup udara pantai sepuas-puasnya. Jadi langsung pengen praktek Yoga ni (he…bo’ong!).

Waktu tiba kami dengan waktu lunch hanya beti (beda tipis). Setelah puas bermesraan dengan panorama dari beranda room, kami sepakat menuju restaurant untuk lunch. Ada beberapa bule juga yang lunch di sana. Sudah jelas karena pantai jadi kebanyakan adalah makanan laut. Menu cumi bakar dan terung panggang menemani kami ngobrol sambil menikmati arsitektur restaurant yang juga alami, dengan jendela tanpa pintu dan langsung menghadap ke laut.

Kami menghabiskan sekitar dua jam-an sebelum balik ke room. Biasa, sambil ngobrol juga berfoto ria. Tak terasa sun set hampir tiba. Maka kami pun sepakat menyusuri pantai sambil mengabadikan keindahannya. Teman saya nekad berenang setelah matahari tidak tampak lagi. Bule kadang
aneh…he..he…

Setelah dinner kami lanjut ngobrol di beranda sambil mempersiapkan perjalanan untuk besok ke danau Kelimutu. Mobil pun sudah dipesan dengan harga teman (he..he.. maunya gratisan aja!). Setelah itu masing-masing mengapung di pulau kapuknya, sambil mendengarkan alunan suara ombak yang sebentar terasa jauh, sebentar lagi terasa dekat. Ya, tenaga harus dipersiapkan karena besok akan jadi hari yang panjang dengan berbagai rangkaian tour.

Danau Kelimutu Minggu, 18 Mei 2008

Pukul 03.00 AM kami sudah bangun untuk siap-siap. Mata sulit diajak kompromi tapi bunyi alaram dari HP terus saja berbunyi. Tidak ada pilihan. Setelah beres, kami menuju Reception room. Pak supir sudah menunggu. Tepat 03.30 AM kami meninggalkan Sea World Club menuju Ende. Dari Maumere ke Ende bisa ditempuh dalam 2,5 jam-an (Sekitar 83 KM), dengan kondisi jalan yang tidak bersahabat di beberapa lini.

Karena subuh, pemandangannya masih samar-samar. Temaran cahaya lampu menemani bintang menghias malam. Tak ada pilihan lain selain tidur. Tapi karena beberapa ruas jalan ke Ende rusak, jadi serasa tidur dalam kapal, sebentar kepala ke kiri, sebentar ke kanan. Mata tiba-tiba terang ketika kepala kejeduk, he..he..auch…

Menjelang pagi kami melewati kecamatan Wolowaru. Terlihat rombongan masyarakat menggunakan sarung adat menuju kapel untuk sembahyang. Hampir semua bergaya seperti itu. Selain karena itu adalah budaya berpakaian mereka, mungkin juga karena faktor cuaca yang terlihat sangat dingin dari dalam mobil. Kecamatan itu diselumuti kabut tipis di pagi hari.

Pukul 5.30 kami menyusuri Desa Moni. Dari sini kami sudah bisa melihat gunung Kelimutu. Sayangnya kami masih terpaut sekitar 12-an km. Tidak ada harapan lagi…kami akan terlambat melihat sun rise di puncak gunung dengan 3 kawah berwarna itu. Tapi pemandangan Moni di pagi hari juga cukup memberi inspirasi. Hamparan sawah teraseringnya tersusun rapi dipadu dengan lekukan gunung dan lembah serta awan gemawan yang berarak. Fantastik! Kami sempat turun di sebuah kios kecil untuk membeli Aqua. Udara dingin langsung menyambut kami.

Akhirnya kami sampai di pos jaga, dan kami harus mengisi buku tamu dan membayar retribusi. Bule harus membayar Rp.20.000, sedangkan lokal Rp. 2.500, dan Rp.6.000 untuk retribusi. Teman Jerman saya bertanya uang-uang ini ke mana dan diapakan nantinya? Pertanyaan yang cukup “sulit”, jadi saya menjawab secara diplomatis juga. Kokiers tahu sendiri kan jawabannya….

Setelah itu kami langsung menuju tempat parkir. Beberapa bis wisata besar sudah memenuhi tempat parkir tersebut., karena memang tempat parkirnya tidak terlalu besar. Karena toh matahari sudah terbit jadi kami tidak terburu-buru. Kami sempatkan minum kopi untuk menghangatkan tubuh dan makan roti sambil bersenda gurau dengan para penjualnya. Mereka mencoba berbahasa Inggris ala kadarnya ke teman saya untuk membeli tenunan mereka.

Teman saya merasa sangat lucu karena baik supir maupun para penjual tidak peduli dengan perubahan warna danau. Malah sang supir terakhir naik ke puncak gunung tahun 2005 katanya. He…he…mungkin pikir mereka perkara danau mau berubah warna ya berubah aja. Yang penting dagangan laku, money..money…money.

Danau Kelimutu Dari tempat parkir ini kami harus berjalan sedikit menanjak kurang lebih 15-20 menit menuju puncak gunung Kelimutu. Menurut informasi dan juga keterangan dari Pak Sopir, baru sekitar tahun 2000 an ini tempat parkirnya dipindahkan ke bawah. Sebelumnya mobil bisa naik sampai kaki gunung. Tapi karena pertimbangan keamanan untuk menjaga struktur tanah dan danau kelimutu dari guncangan, maka peraturan baru diberlakukan.

Karena hari itu adalah hari Minggu maka banyak sekali pengunjung. Ketika kami mulai naik, malah arus turun makin banyak. Tidak heran karena mereka sudah berada di puncak sekitar pukul 05.00 AM untuk menunggu matahari terbit. Terlihat rombongan orang-orang tua dari Swedia yang terlihat masih sangat kuat. Kok bisa ya…makan apa yang mereka? He…he…

Kebanyakan orang menginap di sekitar desa Moni agar mereka bisa melihat matahari terbit di puncak gunung. Banyak penginapan bertebaran di sekitar desa Moni. Kami hanya berpikir sedikit repot kalau harus check in dan check out di dua hotel yang berbeda. Toh, dari Maumere ke Moni harus rental mobil juga. Jadi sekalian aja berangkat subuh dari Maumere.

Jalan setapak menuju puncak dikelilingi oleh pepohonan pinus dan pohon lainnya. Karena ini juga adalah kawasan Taman Nasional Kelimutu. Kami jalan sesuai arah anak panah yang tertera, dan tentunya menghindari danger area (tapi waktu balik kami sempat salah arah, untung cepat sadar, he…he…). Begitu sampai di kaki gunung, ternyata masih banyak orang yang sedang foto-foto dan juga menikmati pemandangan danau kelimutu dari puncak gunung itu.

Mungkin sebagian Kokiers bingung, di gunung kok ada danau? Tapi itulah keajaiban danau kelimutu. Jadi setelah gunung Kelimutu meletus terakhir pada tahun 1886 terbentuklah tiga kawah yang berisi air dengan warna yang berbeda.

Dari hasil berburu di Google Keli artinya gunung dan mutu artinya mendidih. Dan danau kelimutu dikenal sebagai danau 3 warna, yaitu merah, putih dan biru. Namun warna-warna tersebut berubah seiring berjalannya waktu dan secara teori dipengaruhi oleh kadar belerang dan berbagai unsur kimia didalamnya (maaf… saya bukan ahli kimia).

Sekarang ini dua kawah yang berdampingan berwarna hijau (dulu biru) dan coklat kehitaman (dulu merah), sedangkan kawah yang satunya juga berwarna hitam (sebelumnya berwarna putih). Orang di sini mempunyai kepercayaan terhadap ketiga warna tersebut. Mereka percaya bahwa orang yang telah meninggal arwahnya bersemanyam di danau tersebut. Untuk danau atau Tiwu Nuamuri Koofai adalah tempat bersemayam jiwa muda-mudi, Tiwu Ata Polo untuk orang jahat, dan Tiwu Ata Mbupu untuk jiwa orang tua.

Danau yang cantik dan ajaib ini ditemukan oleh Van Suchtelen, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Kemudian Romo Bouman menulis artikel tentang danau ini sehingga dikenal luas. Begitulah sekilas informasinya.

Bau belerang mulai tercium saat kami sampai di puncak. Terlihat rombongan dari Katedral Jakarta sibuk berfoto ria, dan juga beberapa pasangan bule.Gila aja…itu kamera atau teropong bintang sih…panjang banget telenya. Kita pun tidak ketinggalan mengabadikan pemandangan indah ini, tentunya dengan kamera digital kami yang sangat sederhana, he….

Setelah puas berfoto kami duduk menikmati keindahan danau tersebut. Kawah gunung dikelilingi oleh hutan pinus dan kicauan burung, sungguh sebuah lukisan alam yang mengagungkan pencipta-Nya. Hampir dua jam kami duduk di tugu pengamatan (1.690 m) yang dibangun di puncak gunung
tersebut.

Rasanya tidak ingin turun lagi. Tapi rupanya waktu terus berputar, dan masih banyak tempat yang akan kami kunjungi.

Danau Kelimutu Setelah dari danau kelimutu, kami masih singgah di beberapa desa, yang ada air terjunnya, air panasnya, juga rumah adat gaya megalitik, gereja tua di Sikka, patung Bunda Maria dan juga kampus Ledalero (sekolah calon pastor milik SVD).

Kami kembali ke Sea Wold Club hampir pukul 8 malam. Perjalanan yang sangat melelahkan sekaligus menyenangkan. Acara beach barbeque party sudah menunggu kami, dan kami pun segera mandi untuk bergabung. Ini adalah malam terakhir kami di Maumere karena besok siang kami sudah harus kembali ke Kupang.

Pagi harinya kami puas-puaskan berenang sebelum siap-siap untuk check out. Liburan singkat yang mengesankan. Masih ada banyak tempat wisata menarik di Flores seperti Taman Nasional Komodo (di Pulau Komodo), Kampung tradional Bena, Taman Laut Riung untuk diving, berbagai wisata rohani, dll. Untuk Kokiers yang tertarik datanglah dan lihatlah. Terlalu banyak keindahan dan keajaiban alam di negri tercinta ini. Jangan pernah bilang sudah ke Flores kalau belum singgah di danau Kelimutu, he…he... he...

Penulis : Englin - Kupang, NTT
Sumber : Kompas/liburan.info

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved | Blogger Template by Bloganol and Smart Blogging Tips